Senin, 20 September 2010

PART 1: SITI NURBAYA di KOTA nan ku RINDU



Seperti disambar petir..

Aku telah disapa kilat asing di kota nan asing. Ya…pagi itu aku mulai membuka hari baru di tempat penuh kenangan. Ntah berapa tahun aku lupa menyapa tempat ini. Masih terbayang jelas layang-layang yang ku kejar beberapa tahun yang lalu. Masih terbayang pula seorang anak lelaki nakal yang kuceburkan di sungai. Ku dorong dari atas jembatan hingga jatuh dan untung dia bisa berenang. Tapi itu dulu..dulu sekali..waktu aku masih dengan usilnya melempar sepatu kekasih tanteku.


Saat ini, semua berubah.lelaki yg kudorong di jembatan hingga jatuh ke sungai itu telah tumbuh tinggi besar. Sayangnya dia tetap tidak menarik. Tetap terbayang dia adalah anak nakal yang memutuskan layangan saudaraku.semua banyak berubah..


Bukan cerita tentang si pemutus layangan, atau pun kekasih tante ku yang saat ini ntah dimana. Ada sisi lain yang menjadi petir dalam kota yang ku rindu.


Ya….hari itu..disaat semua berkumpul. Berdandan dengan riweh dan rame. Mungkin aku termasuk yang paling cepat berdandan. Cukup pelembab, alas bedak, bedak,sedikit pensil mata dan lip gloss. Tak muluk2, yang penting cukup manis (tetep narsis). Aku baru tau, semua keluarga besar nenekku akan berkumpul di sebuah villa baru nenek. Wajar saja semua berdandan dengan maksimal.


Aku adalah cucu tertua..wajar saja bila aku menjadi bintang. Hehe..bintang yang dihujam dengan ribuan pertanyaan.akh..detik2 inilah yang membuatku terpuruk dengan 1001 pertanyaan.hingga awal petir itu datang. Salah satu dari mereka, nenekku tepatnya, mengeluarkan sebuah nama dari mulutnya. Seperti pernah ku dengar..tapi ku lupa bagaimana persis wajahnya. Mereka begitu antusias bercerita tentang sosok itu. Mereka bercerita tentang kenangan masa lalu. Hingga akhirnya bercerita tentang masa depan.


Samar-samar ku dengar, lelaki dalam perbincangan itu adalah seorang anak dari saudara jauh keluargaku. Ntah bagaimana silsilahnya aku tak mengerti. Yang aku tau cerita-cerita baik keluar dari perbincangan mereka. Villa kecil nenek pun riuh ketika salah seorang dari mereka sontak menyebut namaku. Akh, kenapa aku dikaitkan dengan lelaki itu.


1 hari…2 hari…3 hari…


Cukup lama aku menghirup udara kota ini.tak pernah terbesit sedikit pun kata bosan.seakan aku ingin menambah hari-hari ini. Belum cukup segala tempat kenangan itu aku injak. Hingga akhirnya pertemuan itu tiba. Ntah bagaimana awalnya. Yang aku tahu acara keluarga ini menghadirkan sosok yang ntah siapa dia aku pun lupa. Sekilas dia cukup menawan, aura yang terpancar cukup mempesona. Tapi tidak untukku. Perkenalan singkat itu membuat aku tahu siapa dia sebenarnya. Tak lain dan tak bukan, dialah lelaki yang namanya dielu-elukan beberapa hari lalu. Mmm…tak seburuk yang ku bayangkan. Benar, dia menarik. Lebih menarik dari sosok yang ku kenal beberapa tahun yang lalu. Terakhir aku bertemu sewaktu kami masih ingusan. Bahkan ia terlalu nakal saat itu. Tak pernah ku lupa, berkali2 ia menjambak rambutku. Akh..dia benar-benar orang menyebalkan. Itu dulu…


Sekarang semua berubah..si nakal itu mulai manis padaku. Tapi tak bisa membuatku merasa cukup senang. Setelah ku dengar dari tante bahwa selama ini dia lah yang akan mendampingi hidupku. Ini benar2 petir yang menggelegar. Tak mungkin! Tante manisku yang tampangnya paling bule ini pasti bercanda.aku tak pernah tau hal ini. Dan tak pernah mau. Tanteku terus mengoceh lebar dengan semangat memperkenalkan bagaimana dia . sungguh membuat tampang bulenya menjadi lucu. Diantara anak-anak nenek, mungkin dialah yang paling kental wajah belandanya.membuat aku geli sendiri bila bercanda dan membuat mukanya memerah.


Kembali lagi tentang dia yang katanya dijodohkan denganku. Dia lelaki tegap. Secara fisik,aku suka..tapi itu tak cukup. Aku tau, terkadang pilihan orang tua adalah pilihan yang terbaik buat ku. Tapi ntahlah untuk hal ini. Mungkin kedua orang tua ku tak tahu, bahwa seseorang yang pernah menjadi kekasihku dulu kini kembali hadir dalam hidupku. Dan hati ini masih untuknya. Belum bisa terganti. Sesungguhnya begitu, meskipun percikan cinta lain selalu saja mencoba mengganggu. Bahkan mungkin aku terlalu berani untuk mulai bermain hati.hehe…


Kali ini aku mengenal lagi kota yang ku pijak saat ini. Bukan mengenalinya sendiri..”pariban”ku yang setia menjadi pemanduku. Ntah sengaja atau tidak, selalu saja mereka-mereka memberikan waktu untuk kami. Bukan hanya itu, seolah-olah aku memiliki sopir pribadi.


Kegelisahan itu hadir..petir itu hadir bukan hanya padaku. Bahkan pada lelaki yang tak terbayangkan akan menemani hidupku itu. Dengan berat dan hati-hati ia bertanya tentang cintaku. Dan dengan hati-hati aku melepas cincin di jari manisku.ku berikan padanya, berharap dia membaca nama yang terukir di dalamnya. Setidaknya dia tau bahwa hatiku telah terisi, bahwa ada seseorang yang mencintaiku di sana. Senyum manis lepas dari bibirnya. Membuatku berhenti mengunyah daging-daging sate yang memenuhi mulut. Dia mengeluuarkan ponsel dari sakunya, menunjukkan photo seorang wanita manis. Lega rasanya…tapi tetap saja menjadi dilema. Bukan hanya aku, tapi juga dia.


Malam itu dia hadir dengan celana pendek dan sendal jepit. Lagi-lagi chemistry celana pendek dan sendal jepit tiba. Sepertinya jin celana pendek dan sendal jepit bahagia sekali menguntit hatiku.bahkan menguntit mimpi di tiap malamku. Dilema yang bergejolak, membabi buta berperang dalam hati. Sementara senyum-senyum diantara keluarga kami terus saja menjadi momok yang manis. Tetap manis dan tetap saja mengerikan.


Aku tak pernah terbiasa dengan hati yang mendua, apa lagi mentiga..dilema yang lengkap. Semua situasi membuatnya menjadi tersusun sempurna.bodohnya aku terlalu mengikuti semua..lengkap dengan posisi yang berbeda. Ada cinta yang tak harus ku miliki, ada seseorang yang memang milikku, dan ada seseorang yang dihadirkan untuk menemani hidupku. Sepertinya hati ini ingin berontak, mungkin juga ia teriak “ heeeey helooooo sejak kapan kau bagi-bagi ruangku?”


Aku masih bersyukur, lelaki dadakan-ku mengerti semuanya. Tapi ia tetap saja manis. Dengan manis ia menikmati hari-hari itu. Dengan manis ia tetap melindungiku. Aku cukup membenci sikap itu. Membuat hatiku rapuh dalam sebuah keputusan.membesarkan dilema yang telah tumbuh. Sejak kapan aku menjadi selemah ini? Sementara ia dengan mudahnya berkata “biarlah kita lihat, pada siapa Tuhan berpihak”


"Maka wajarlah jika wanita menggunakan kepekaan intuisi dan ketajaman logikanya,
untuk memilih pria yang terbaik, yang akan dimuliakannya sebagai suami dan kepala keluarga."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar