Rabu, 06 Oktober 2010

PART 3 : terkadang kita harus mengorbankan seseorang atau sesuatu yang kita cintai demi sesorang atau sesuatu yang lebih kita cintai.

Aku tertegun, ada kata menghentak halus di hatiku. “bukan aku tak mencintainya, tapi terkadang kita harus mengorbankan seseorang atau sesuatu yang kita cintai demi sesorang atau sesuatu yang lebih kita cintai”…

***
Sepertinya kekakuan membuatku menghindar dari suasana yang hening. Aku seperti lari darinya. Aku seperti takut berada di dekatnya. Bukan karna aku seorang perempuan pengecut. Tapi hati ini yang sedikit mEnjadi penakut. Takut bila suasana memaksaku berada sendiri di dekatnya. Bukan karna ia jahat atau mungkin dia seorang pedhophil (hahahaha… berasa aku masih keciiiil),.dia juga bukan lelaki yang sehati dengan Babe Baikuni yang sekarang lagi santer di berita. Dia manis, dia baik, dia sopan dan semua itu membuatku kaku tak tau harus bagaimana bila ia di hadapanku. Namun alasan terbaik darisemua ini adalah dilema yang dengan sengaja aku bahkan juga dia, dengan enaknya kami simpan di hati. Membuat ia menjalar ke otak bahkan ke seluruh tubuh . Membuat tiap hari-hariku bertaburan helaan nafas panjang, berusaha untuk menenangkan hati, memaksa hati menerima dan meyakinkan bahwa semua akan baik2 saja.

Beberapa hari ini ia hadir dalam hari-hariku lagi. Lebih tepatnya ia mendatangiku dengan tanpa sengaja. Mungkin bukan aku tujuan utamanya, ntah apalah itu sudah tak ada pengaruh lagi rasanya. Kami begitu lepas bila berada dalam keluarga. Sama halnya ketika kami belum memikirkan segala dilema yang ternyata membuntuti kami. Sungguh bagaikan sandiwara. Beribu canda dan tawa seolah dengan gampangnya lepas ketika jumlah manusia yg ada lebih dari 2. Atau dengan kata lain, kekauan itu sirna dan lari dengan kehadiran orang lain disampingku atau dia. Aneh. Tapi lagi-lagi inilah apa adanya.

Beberapa temanku seolah telah dihipnotis oleh lelaki pengobrak-abrik otak ku ini. Beberapa pertanyaan sulit seolah-olah menampar wajahku. Termasuk pertanyaan “aneh, ga usah pusing lagi. Cakep iya, baik iya, kenal baik iya, supel, pendidikan tinggi, masa depan terjaminlah..branded pula! Apa lg sih? Tinggal bilang oke! Langsung panggil penghulu”. Anjriiiiiiiiiiiiiiiit… alangkah enaknya kata-kata perempuan yang selama ini menjadi mangkok unek-unekku. Ditambah lagi kata-katanya yang menggelitik tapi meresahkan “ udahlah! Putusin aja yg itu.dia dulu juga seenaknya aja ninggalin kamu demi wanita si pesona sesaat itu.anggap aja ini karma buat si cowok labil itu! Salah siapa dia bukan lelaki sejati yg kata kamu itu.hahahaha”. spontan bantal yg ada di sampingku pun terbang ke mukanya.

Oh my god… apa aku terlalu berlebihan?! Terlalu mengambil pusing semua ini?. Tapi ini masalah hati. Masalah hidup yang akan aku pertaruhkan hingga nanti sampai ntah!. Aku tak tahu apa wajar bila kristal2 air mataku harus pecah begitu saja.tapi nyatanya tidak. Seolah-olah aku tak sudi menangisi hal ini. Lagi-lagi kegengsianku terhadap masalah cinta terus membumbung tinggi.

***

Malam yang seksi…seseksi hatiku..hujan lebat benar-benar memberikan badai di hatiku. Seolah menjawab kegelisahan dan debaran jantung yang tak kunjung hilang sejak sore hari. Aku baru mengerti intuisi itu seolah memberikan tanda hati-hati untukku. Tepat ketika aku akan keluar bersama “si datuk maringgi muda” ku, sosok yang selama ini terlalu sibuk dgn diri danpekerjaannya pun tiba-tiba bagaikan hantu berdiri tegap di depan pintu. Dengan senyum yang sungguh aku rindukan. Rintik hujan tidak terlalu membuatnya basah meskipun hujan benar-benar lebat. Seperti biasa aku memintanya untuk memasukkan mobilnya ke garasi kiri yg sedang kosong. Sementara lelaki yang telah aku janjikan untuk menemaninya makan malam ini hanya terdiam dan bertanya “ itu dia??”, aku mengangguk tanpa ekspresi. Tak tahu aku harus senyum atau nyengir. “ ya udah, besok aja . lagipula ujan gini pasti jalannya ga keliatan”. Aku hanya menjawab “ya udah”.

Malam itu pun terjadi perkenalan antara mereka berdua. Belum sempat aku memperkerkenalkan siapa lelaki rapi dengan baju berwarna putih ini, “datuk maringgi muda” ku itu pun langsung memperkenalkan diri bahwa ia adalah saudaraku. Pupus sudah kecemasanku. Sungguh aku belum siap untuk mengakhiri semua ini, belum siap untuk menjelaskan semua. Belum mampu aku melihat raut wajah kekecewaan itu. Belum tega rasanya. Meski pun ia pernah menjadi lelaki tak berhati, tapi sungguh aku tak mampu memberikan hentakan di hatinya. Seolah aku masih mencintai senyum itu.

***

Beberapa jam yang lalu, hariku masih saja didekorasi oleh kedua sosok itu. Tapi jasadku sedang menemani saudara jauhku yang notabene adalah calon pendampingku (ugh…rasanya masih janggal menyebutnya sebagai calon suami). 1 detik pun terasa bagai seabad. Bukan karena tak nyaman, tapi ntah apa yang aku rasa pun aku tak mengerti.
Aku beranikan diri berbasa-basi mengenai dilema yang menggelayuti hati masing-masing.tepatnya saat aku memegang poneslnya, melihat2 photo-photo narsisku selama aku di kotanya.dan sampai akhirnya muncul photo seorang wanita manis berambut panjang itu. Sepertinya aku kehilangan kontrol pikiranku. Ntah mengapa semua moodku seolah-olah memburuk. Sepertinya senyum lucu yg tercipta dari pose2ku tadi luntur dalam hitungan detik.
“photonya lucu”, namun dalam hatiku berkata : tapi aku lebih lucu.
“hmmm”, ia melirik k hp yg sedang asik ku pegang.
“tadi malam kalian ngomongin apa aja?”, ia balik menyerangku.
“nggak … ya ngobrol seperti biasa. Igh! Kok malah nanya2?”
“sampai kapan?”
“apanya?”
“hubungan kalian”
“loh??kalian juga sampai kapan?”
“sampai ada masalah yang bisa dijadikan alasan untuk kami pisah”
“aneh”
“kenapa aneh?”
“bukannya kamu sebenarnya cinta sama dia? Kamu kan laki-laki, masa terima aja dijodohin.”
“kamu sendiri?”
“kalau aku jadi laki-laki ya pasti aku pertahankan dong cintaku”
“apa bedanya dengan perempuan?”
“ya…kalo nikah kan yg pake wali itu perempuannya”, ntah kenapa mulut ini langsung menjawab seperti itu.
“ tapi kan kamu bisa bilang kalo sebenarnya dah punya pacar”
“iya…masalahnya, mami tau kalau kami pernah putus karna dia jatuh cinta sama cewek lain. Jadi nggak mungkin mami setuju. Nggak mungkin juga dia yang dijadikan alasanku buat nolak kamu”. Aku mulai semangat dengan perbincangan itu.
“lagian, ngapain juga masih mau sama tu orang??”
Aku hanya bisa mengerutkan wajah mendengar pertanyaan itu
“ya gimana…aku memang tetap cinta. Kalo cinta yang tulus kan nggak mengharap apa-apa”, cuih! Sejak kapn aku jadi pemuja cinta. “kamu sendiiri, masih cinta kan sama pacar kamu?”
“masih”
“trus, kenapa kamu terima aja waktu itu mama bilang aku calon kamu?ugh”
“kamu itu sebenarnya kesal karna aku bilang masih cinta sama Vivi ato karna waktu itu aku terima dibilang calonmu?”
“heeeh???Ge Er”.
“ya aku diam aja..karna mama dah bilang itu dari dulu”
“jadi kamu dah tau dari dulu?sejak kapan?”
“dah dulu banget. Liat kan kemaren di rumah kakek, ada photo kamu masih kecil yg dipajang di dinding”
“iya, kok bukan photo kamu aja? Kan kamu yang cucunya”
“kamu kan juga cucunya”
“iya…tapi kan yang kandung-kandung banget kan kamu! Cucu tertua pula, aku kan cucu kakaknya kakekmu. Aku orangnya kan ngengenin ga kayak kamu. Wajar photoku sejak dulu masih diabadikan.weeeek”
“tau tuh! Makanya aku dulu waktu masih SD sering nanya itu siapa. Katanya cucu kakek juga.”
“iiih dulu kan kita juga sering main sama2 waktu masih kecil”
“hehehe, iya siih..tapi kamu kan malah suka mainnya sama abang, bukan sama aku”
“iya. Abang Richard kan jauh lebih ganteng dbanding kamu. Kamu tu dulu item jelek pendek, nakal lagi!”
“ nah waktu udah dewasa ini tante Elf yang sering sebut2 kalo tu photo calon istriku.hahahaha. tadinya buat abang Richard karna abang dah ga ada diwarisin ke aku”
“ sialan. Ya udahlah..mending kita pikirkan gimana cara batalinnya”
“yakin nih?? Nggak mikir keluarga kita?”
“emang kamu mau seumur hidup kamu diabisin sama orang yang ga kamu cinta?!”
“aku nggak masalah…”
“aku serius….”
“cinta itu bisa datang kapan aja kok, kita kan ga tau…siapa tau pulang dari sini kamu jatuh cinta dengan aku”
“jangan bercanda,aku serius…”
“aku juga. Kamu lebih cinta mami,papi, keluarga ato pacar kamu sekarang?”
“ya mami papi lah! Tapi kan aku nikahnya bukan dengan mami papi atau mama papa kamu”
“jadi kamu yakin mau nikahnya sama pacar kamu sekarang??”
“ya nggak siiih…tapi kan saat ini aku cintanya sama dia”
“kalau gitu, kamu pilih ngecewain keluarga atau ngecewain laki-laki yang pernah ngeceewain kamu?”
Aku terdiam dengan pertanyaan itu..masuk di pikiranku, tapi masih mengetuk-ngetuk di hatiku,Seolah-olah ragu ingin masuk.
“kan dari dulu ku bilang, let it flow..kita lihat aja nanti pada siapa Tuhan berpihak”, tambahnya meyakinkanku
“ tapi kamu aja cintanya sama si Vivi itu, bisa-bisa udah nikah sama aku kamu malah selingkuh. Kamu kan ga suka sama aku”. Aku mulai kembali menaikkan intonasi.
“aku mencintainya, tapi terkadang kita harus mengorbankan seseorang atau sesuatu yang kita cintai demi sesorang atau sesuatu yang lebih kita cintai”
“maksudnya?”
“akh udah ah, ni kita mau pulang atau jadi nonton?”
“pulang aja. Pengen cepat-cepat Online di rumah”
“ngapain?? YM sama siapa?aku kan di sini”
“mau berkebun. Bentar lagi panen. ”
“ oh iya, tu yang anak karawang kemaren gimana??”
“karawang??tangerang.”
“iya..kamu mendua ya?”
“enak aja. Dia tu dah punya calon ternyata..dah tunangan”
“baru tunangan?”
“yeee… malah eike ditipu..dia mah dah punya tunangan dari dulu….tapi kita tetep temenan kok”
“hahahahaha…”
“ga lucu.”, air muka ku berubah seketika. dengan
“ganggu calon suami orang.hahaha. awas lho…ntar calon suami kamu juga diganggu orang”
“maksud loooooh? Dah ah. Pulang yuk..”, aku langsung menarik tangannya untuk beranjak dari tempat itu. Setidaknya untuk hari ini semua baik-baik saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar